Jumat, 27 Juni 2008

Kriteria Guru PAI Profesional (Penelitian Kelompok M.K. MetLit)

KRITERIA GURU PAI PROFESIONAL

(STUDI PERBANDINGAN ANTARA TEORI BUKU DENGAN HASIL WAWANCARA)

OLEH :

ANSORI (08561616140)

ARIEF MAHMUDI (085691360535)

DEWI PRIYANDINI (081318649738)

DINI RAHMAWATI (085693673575)

KELAS : IV / B

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008

BAB I

I. LATAR BELAKANG

Semakin maju suatu masyarakat, semakin dirasakan pentingnya sekolah dan pendidikan secara teratur bagi pertumbuhan dan pembinaan anak dan generasi muda pada umumnya. Pada zaman primitif atau dalam masyarakat yang sangat sederhana, seperti mereka yang hidup di hutan, di pulau terpencil, atau di tempat yang belum mengenal kemajuan sama sekali, memang sekolah tidak diperlukan oleh orangtua, karena mereka secara tidak sengaja akan melatih anak-anaknya dari kecil mengikuti jalan hidupnya, keyakinan agamanya dan keterampilan sederhana yang dimilikinya, misalnya ke sawah, ladang, mencari kayu atau menangkap ikan. Adat istiadat, sopan santun yang berlaku dalam lingkungan, dipelajari oleh anak secara alamiah, dengan meniru, mencoba atau melatih diri tanpa tuntunan yang pasti.

Kehidupan dan pertumbuhan anak yang seperti itu tidak dapat dipertahankan lagi, karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sebegitu jauh, sehingga kepandaian dan keterampilan tidak mungkin lagi berpindah dari generasi tua kepada generasi muda melalui pengalaman hidup dengan orangtua saja, akan tetapi oleh orang yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk itu, yaitu guru. Semakin tinggi tingkat sekolah, semakin banyak bidang ilmu dan keterampilan yang harus dimiliki oleh guru, sehingga seorang guru tidak akan mampu menguasai segala macam ilmu dan kepandaian, maka perlu ada keahlian dan orang-orang yang mendalami masing-masing ilmu tersebut.

Salah satu bidang ilmu pengetahuan yang didapatkan sejak tingkat sekolah dasar hingga menengah atas ialah Pendidikan Agama. Di dalamnya terdapat banyak cabang, seperti Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Katolik, Pendidikan Agama Budha dan Pendidikan Agama Hindu, di mana bidang-bidang Pendidikan Agama tersebut diajarkan dengan bergantung kepada agama yang dipeluk oleh sang peserta didik. Bila peserta didik beragama Islam maka ia akan mendapatkan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Bila peserta didik beragama Kristen maka ia akan mendapatkan materi pelajaran Pendidikan Agama Kristen. Demikian seterusnya.

Seluruh mata pelajaran di atas tentunya memerlukan guru sebagai pihak yang berwenang memberikan pelajaran. Oleh karena itu dalam penelitian kali ini kami akan memfokuskan penelitian pada kriteria guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang profesional. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan bagaimanakah guru PAI yang profesional itu.

II. MASALAH PENELITAN

Kemampuan seorang guru agama dalam kaitannya dengan tugas profesi dapat ditinjau dari beberapa aspek, seperti kemampuan menguasai materi pembelajaran, kemampuan membuat rancangan pembelajaran, kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan mengelola kelas, kemampuan membuat evaluasi, dan melaksanakan evaluasi, serta kemampuan membimbing siswa dalam menghadapi permasalahan dalam belajar.

Berkaitan dengan hal di atas, kami bermaksud untuk mengadakan penelitan tentang kriteria guru profesional, khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI).

III. FOKUS PENELITIAN

Penelitian ini kami fokuskan pada segi profesionalisme guru PAI, dengan membandingkan teori yang ada di buku-buku dengan hasil wawancara.

IV. PERTANYAAN PENELITAN

Berdasarkan hal di atas, maka rumusan pertanyaan untuk penelitian ini yaitu, “Apa sajakah kriteria guru PAI profesional itu?”

BAB II

TEORI

A. Guru Pendidikan Agama Islam

Pengertian guru Pendidikan Agama Islam—atau kerap disingkat menjadi guru agama Islam—adalah orang yang memberikan materi pengetahuan agama Islam dan juga mendidik murid-muridnya, agar mereka kelak menjadi manusia yang takwa kepada Allah swt. Di samping itu, guru agama Islam juga berfungsi sebagai pembimbing agar para murid sejak mulai sekarang dapat bertindak dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat mempraktikkan syariat Islam (Tim Penyusun Buku Pedoman Guru Agama SD, 1976: 8).

Menurut M. Arifin, guru agama Islam adalah orang yang membimbing, mengarahkan dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya nilai-nilai agama Islam (M. Arifin, 1987: 100)

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, sebagaimana dikutip oleh Samsul Nizar (Nizar, 2002: 45-46), memberikan batasan tentang karakteristik guru agama Islam, yaitu:

a. Memiliki sifat zuhud, yaitu mencari keridaan Allah

b. Bersih fisik dan jiwanya

c. Ikhlas dan tidak riya dalam melaksanakan tugasnya

d. Bersifat pemaaf, sabar, dan sanggup menahan amarah, terbuka, dan menjaga kehormatan

e. Mencintai peserta didik

f. Mengetahui karakter peserta didik

g. Menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan profesional

h. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi dan mampu mengelola kelas

i. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik

Sementara itu Abdurrahman al-Nahlawi (al-Nahlawi, 1989: 239-246) memberikan gambaran tentang sifat-sifat pendidik muslim yaitu sebagai berikut:

a. Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru tersebut bersifat rabbani

b. Hendaknya guru bersifat jujur menyampaikan apa yang diajarkannya

c. Hendaknya guru senantiasa membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan kesediaan untuk membiasakan mengajarkannya

d. Hendaknya guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi dan menguasainya dengan baik serta mampu memiliki metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran serta situasi belajar-mengajarnya

e. Hendaknya guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara profesional

f. Hendaknya guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar mereka sehingga guru dapat memperlakukan anak didiknya sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka

g. Hendaknya guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa dan pola berpikir angkatan muda

h. Hendaknya guru bersifat adil di antara para pelajarnya, artinya guru tidak cenderung kepada salah satu golongan di antara mereka serta tidak mengistimewakan seseorang di antara lainnya.

B. Guru Profesional

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata profesional artinya bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, profesional, mutu kualitas dan tindak-tanduk yang merupakan ciri suatu profesi orang profesional.

Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka untuk profesional, artinya menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil menjabat pekerjaan itu.

Mengenai istilah profesi ini Everett Hughes menjelaskan bahwa istilah profesi merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri (Piet A. Sahertian, 1994: 26).

Adapun guru profesional ialah guru yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal, mengakui dan sadar akan profesinya, memiliki sikap dan mampu mengembangkan profesinya serta ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerjasama dengan profesi lain.

Pengertian guru profesional menurut Mohammad Uzer Usman, sebagaimana dikutip oleh Piet A. Sahertian, adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya (Piet A. Sahertian, 1994: 26).

BAB III

METODE PENELITAN

Pada penelitian ini, kami menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu dengan mewawancarai secara langsung para narasumber kami. Narasumber tersebut berjumlah empat orang, dengan latar belakang dosen maupun guru PAI yang berdomisili di DKI Jakarta dan sekitarnya.

HASIL WAWANCARA

Interviewer : Arief Mahmudi

Interviewee : Hilya Fatimah, S.Pd.I (guru PAI di SMA Negeri 42 Jakarta)

Transkrip Wawancara

Tanya (Arief) : Menurut Ibu, apa sajakah kriteria dari guru PAI yang profesional itu?

Jawab (Hilya) : Menurut saya, guru agama Islam yang profesional itu adalah guru yang punya semangat kerja yang tinggi. Maksudnya, dia bertanggung jawab pada tugasnya. Hadir tepat waktu dan menjalankan tugas dengan baik. Yang kedua, guru tersebut harus menguasai materi yang ia sampaikan di hadapan murid-muridnya. Ketika ada murid yang bertanya, ia harus mampu menjawab pertanyaan muridnya tadi dengan tuntas dan clear. Namun bila pertanyaan itu memang tidak bisa ia jawab karena tidak tahu, maka ia harus mengatakan dengan jujur bahwa ia memamng tidak tahu dan akan mencari tahu jawabannya secepatnya. Yang ketiga, guru tersebut harus akrab dengan murid-muridnya. Akrab di sisni maksudnya si guru tersebut tidak mengambil jarak dengan seluruh muridnya, baik laki-laki maupun perempuan. Ia memposisikan diri sebagai rekan atau mitra, bukan sebagai orang tua yang menakutkan. Saya kira hal ini penting, karena untuk mencintai pelajaran, seorang murid harus terlebih dahulu menyukai gurunya, maksudnya suka dalam artian wajar-wajar tidak takut dan bersikap simpati terhadap guru tersebut. Bila guru agama menakutkan dan dibenci murid-muridnya, bagaimana mungkin pelajaran yang ia sampaikan dapat diterima oleh murid-muridnya? Iya, kan? Yang terakhir, guru agama Islam harus mampu menjadi contoh dan teladan yang baik bagi murid-muridnya. Ia ditugaskan untuk mengajarkan agama kepada murid. Maka ia harus perilaku yang baik dan bisa dicontoh oleh para siswanya. Saya kira itu....

Interviewer : Dewi Priyandini

Interviewee : Tanenji, M.A. (Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Tanya : Menurut Bapak, kriteria guru profesional seperti apa?

Jawab : Menurut UUSPN guru harus memiliki empat kompetensi: Pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Sedangkan ciri-ciri sederhananya guru profesional itu yang pertama menguasai materi atau ilmu yang akan diajarkan dan yang kedua menguasai metodologi pengajaran.

Tanya : Selanjutnya kalau menurut Bapak sendiri kriteria Guru Agama Islam yang profesional seperti apa?

Jawab : Baiklah! Kalau menurut saya guru agama profesional, ia harus menguasai ilmu agama Islam itu sendiri, artinya ia paham apa yang akan diajarkannya. Untuk itu ia harus paham bahasa Arab, Qur’an Hadits, bahkan semestinya ia harus hafal dalam jumlah yang cukup banyak, kalau perlu semuanya. Ia harus paham fiqih dan ushul fiqih dan tidak kalah pentingnya ia juga harus terlebih dahulu mengamalkannya apa yang akan diajarkan. Jadi bukan hanya OMDO alias Omong Doang.ia juga harus bisa menjadi contoh bagi orang lain dan muridnya. Selanjutnya baru persyaratan pedagogiknya menyusul seperti berpendidikan keguruan dan menguasai metode-metode pengajaran.

Interviewer : Dini Rahmawati

Interviewee : Nurul Noviyanti, S.Pd.I

Tanya : Menurut Ibu, Guru Agama Islam yang profesional seperti apa sih?

Jawab : Ya, banyak cara sih untuk menjadi guru agama yang profesional, yang pertama seorang guru harus menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan kepada muridnya, sehingga ia dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh muridnya, ia juga harus bisa menguasai kondisi kelas dan siswa, sehingga semuanya dapat terkontrlol dengan baik. Yang kedua guru harus disiplin dan tepat waktu dalam mengajar, bukan hanya siswa yang harus disiplin tetapi setiap guru harus disiplin dan mematuhi peraturan yang ada di sekolah sehingga ia bisa menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya. Yang ketiga guru harus sabar dalam mengajar, dalam menghadapi segala macam, karakter yang ada pada muridnya, seperti apabila ada murid yang nakal tidak lekas marah dan dapat mengontrol emosinya. Yang keempat guru harus bersikap adil, artinya tidak membedakan murid yang pintar dengan yang biasa-biasa saja dan tidak pilih kasih. Yang kelima guru harus bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan yang diberikan oleh atasan untuknya.

Interviewer : Ansori

Interviewee : Bapak Mukhlis A, S.Ag (guru MAN 4 Model Pondok Pinang, Jakarta Selatan)

Tanya : Menurut pendapat Bapak, Guru Agama Islam yang profesional seperti apa?

Jawab : Menurut Bapak, guru agama profesional itu, pertama ia harus memberi keteladanan sesuai al-Qur’an dan sunnah, ia mampu memberi contoh yang baik kepada muridnya. Kedua ia harus berwawasan luas terutama aqidah dan fiqih, maksudnya ia harus memilih aqidah yang lurus yang tidak menyesatkan muridnya dan memperdalam ilmu fiqih karena ilmu ilmu fiqih selalu digunakan dalam kegiatan amaliah sehari-hari.. ketiga bertanggung jawab atas tugasnya sebagai guru, jangan menyepelekan tugas dan harus sadar bahwa tugas seorang guru tidaklah mudah dan yang keempat adil, artinya tidak membeda-bedakan siswanya (murid-muridnya).

INTERPRETASI HASIL WAWANCARA

1. Menurut Hilya Fatimah, S.Pd.I

a. Punya semangat kerja yang tinggi

b. Menguasai materi secara konprehensif

c. Akrab dengan murid-muridnya

d. Manjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya

2. Menurut Tanenji, M.A

a. Menguasai ilmu Agama Islam, seperti: bahasa Arab, Qur’an Hadits, dan ilmu agama yang lainnya.

b. Paham fiqih dan ushul fiqih

c. Menjadi contoh bagi orang lain dan murid-muridnya

d. Memnuhi persyaratan pedagogik

e. Menguasai metode-metode pendidikan

3. Menurut Nurul Noviyanti, S.Pd.I

a. Menguasai materi, kondisi kelas dan siswa

b. Disiplin atau tepat waktu dalam mengajar

c. Sabar

d. Adil

e. Bertanggung jawab

f. Komitmen dan konsisten dalam ucapan dan tindakan

4. Menurut Mukhlis A., S.Ag.

a. Memberi keteladanan sesuai al-Qur’an dan sunnah

b. Wawasan luas tentang agama

c. Bertanggung jawab

d. Adil

Al-Abrasyi, sebagaimana dikutip oleh Samsul Nizar (Nizar, 2002: 45-46) memberikan batasan tentang karakteristik guru agama Islam, di antaranya:

1. Memiliki sifat zuhud, yaitu mencari keridhaan Allah

2. Bersih fisik dan jiwanya

3. Ikhlas dan tidak riya’ dalam melaksanakan tugasnya

4. Bersifat pemaaf, sabar, dan sanggup menahan amarah, terbuka dan menjaga kehormatan

5. Mencintai peserta didik

6. Mengetahui karakter peserta didik

7. Menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan profesional

8. Mampu menggunkan metode mengajar secara bervariasi dan mampu mengelola kelas

9. Mengatahui kehidupan psikis peserta didik

Abdurrahman al-Nahlawi (al-Nahlawi, 1989: 239-246) dalam kitab Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah tentang sifat-sifat pendidik Islam sebagai berikut:

1. Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru bersifat rabbani

2. Hendaknya guru bersifat jujur menyampaikan apa yang diajarkannya

3. Hendaknya guru senantiasa membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan kesediaan untuk membiasakan mengerjakannya

4. Hendaknya guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi dan menguasainya dengan baik serta mampu memilih metode mengajar yang sesuai bagi meteri pelajaran serta situasi belajar mengajarnya

5. Hendaknya guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara profesional

6. Hendaknya guru kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar mereka sehingga guru dapat memperlakukan anak didiknya sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka

7. Hendaknya guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa dan pola berpikir angkatan muda

8. Hendaknya guru bersikap adil di antara para pelajarnya, artinya guru tidak cenderung kepada salah satu golongan di antara mereka serta tidak mengistimewakan akan seseorang di antara lainnya.

INTERPRETASI HASIL PERORANGAN

1. Menurut Hilya Fatimah, S.Pd.I

a. Punya semangat kerja yang tinggi

b. Menguasai materi secara konprehensif

c. Akrab dengan murid-muridnya

d. Manjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya

2. Menurut Tanenji, M.A

a. Menguasai ilmu Agama Islam, seperti: bahasa Arab, Qur’an Hadits, dan ilmu agama yang lainnya.

b. Paham fiqih dan ushul fiqih

c. Menjadi contoh bagi orang lain dan murid-muridnya

d. Memnuhi persyaratan pedagogik

e. Menguasai metode-metode pendidikan

3. Menurut Nurul Noviyanti, S.Pd.I

a. Menguasai materi, kondisi kelas dan siswa

b. Disiplin atau tepat waktu dalam mengajar

c. Sabar

d. Adil

e. Bertanggung jawab

f. Komitmen dan konsisten dalam ucapan dan tindakan

4. Menurut Mukhlis. A, S.Ag

a. Memberi keteladanan sesuai al-Qur’an dan sunnah

b. Wawasan luas tentang agama

c. Bertanggung jawab

d. Adil

ANALISIS KELOMPOK

Analisis kami, berdasarkan temuan di lapangan dan teori yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, adalah bahwa guru PAI yang dikatakan profesional tidak hanya menguasai aspek kognitif (wawasan yang luas, menguasai metode pengajaran, dan sebagainya), namun juga mereka harus menguasai aspek afektif (jujur, adil, bertanggung jawab, mampu menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya, dan sebagainya) dan psikomotorik (giat bekerja, disiplin dan tepat waktu).

TEORI SUBSTANTIF

Guru PAI Profesional menurut penelitian ini adalah:

1. Memiliki semangat kerja yang tinggi

Maksudnya, guru PAI haruslah memiliki semangat kerja yang tinggi. Sanggup menghadapi tantangan kerja dan tidak pernah mengeluh serta selalu mendedikasikan diri dengan sepenuh hati kepada murid-muridnya.

2. Akrab dengan murid-muridnya

Maksudnya, guru tersebut tidak mengambil jarak dengan seluruh muridnya, baik laki-laki maupun perempuan. Ia memposisikan diri sebagai rekan atau mitra, bukan sebagai orang tua yang menakutkan. Ia mampu membimbing murid-muridnya dengan pendekatan yang elegan dan bersahabat.

3. Dapat menjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya

Guru, dalam khazanah budaya Jawa klasik, merupakan akronim dari “orang yang digugu dan ditiru.” Apalagi guru PAI, sebagai garda terdepan pengembangan agama Islam di tengah masyarakat, maka ia haruslah mampu menjadi teladan yang baik bagi orang-orang di sekitarnya, khususnya bagi para muridnya.

4. Memenuhi persyaratan paedagogik

Maksudnya, guru tersebut haruslah menguasai ilmu-ilmu kependidikan, tahu betul metode-metode pengajaran dan menguasai kondisi kelas.

5. Disiplin dan tepat waktu dalam mengajar

Maksudnya, guru tidak boleh terlambat datang di kelas, selalu hadir tepat waktu dan tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan dalam mengajar.

6. Bertanggung jawab

Maksudnya, guru tersebut tahu betul akan tugas-tugasnya di kelas, tidak mengingkari tugas dan amanat dari atasan dan siswanya. Juga bersedia menanggung segala sesuatu bila ia melakukan kekeliruan, seraya memperbaikinya agar tidak terjadi lagi di masa mendatang.

7. Berkomitmen dan konsisten dalam ucapan dan tindakan

Maksudnya, guru tersebut mampu tidak hanya bisa “omdo” atau omong doang. Ia bisa konsisten dalam melaksanakan apa yang ia katakan, dan memiliki komitmen dalam mengajar.

Kamis, 19 Juni 2008

VARIABEL PENELITIAN DAN SKALA PENGUKURAN

VARIABEL PENELITIAN DAN SKALA PENGUKURAN

Dalam rangka mendapatkan jawaban permasalahan yang manjadi konsen, penelitian kuantitatif hampir sepenuhnya memusatkan studinya pada variable. Studi tenteng variable tersebut dapat dilakukan secara individual (terisolasi dari variable lain) atau secara simultan (dikaitkan dengan variable lain) untuk mendaatkan pemahaman yang lebih luas, misalnya teori. Variable dapat diartikan sebagai objek pengamatan atau fenomena yang diteliti. Variable tersebut melekat pada unit yang diamati (juga disebut obyek pengamatan atau subyek), seperti manusia. Contoh variable dalam penelitian bidang pendidikan adalah jenis kelamin, tingkat kelas, umur, status social dan prestasi belajar. Variable tersebut mempunyai karakteristik yang bervariasi dari unit-unit yang diamati. Variable jenis kelamin misalnya mempunyai dua veriasi (pria dan wanita), sedangkan variable prestasi mempunyai variasi yang merentang dari sangat kurang sampai sangat baik/istimewa.

Dalam penelitian kuantitatif, perbedaan karakteristik dari obyek yang diamati tersebut dinyatakan dengan symbol dalam bentuk nilai kuantitatif, berupa angka-angka. Karena variable sangat diperlukan dalam rangka mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian, penelitian perlu mengidentifikasi variable apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitiannya. Identifikasi variable harus didasarkan pada permasalahan dan landasan teoritis. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan serta teori yang melandasinya, penelitian dapat menentukan variable apa saja yang perlu diidentifikasi. Dengan demikian, jumlah variable yang menjadi objek pengamatan tertanggung pada tingkat sofistikasi masalah penelitiannya.

Statistik deskriptif dan statistik inferensial hampir sepenuhnya berkaitan dengan penyelidikan tentang variable. Veriabel adalah karakter dari unit observasi yang mempunyai variasi. Unit adalah satuan yang memungkinkan observasi dapat dilakukan. Dalam penelitian pendidikan, unit yang banyak digunakan adalah manusia. Contoh variable yang dapat diobservasi dari unit manusia adalah umur, tinggi badan, kemampuan membaca, jenis kelamin, indeks prestasi, status perkawinan, pekerjaan IQ, dan status social. Statistik berfungsi untuk mendeskripsikan karakter dari unit-unit yang dapat diobservasi.

Dalam penelitian, sebelum dioalah dengan teknik-teknik statistik variable harus diobservasi terlebih dahulu, yakni diklasifikasikan, diukur, atau dikuantifikasi/diangkakan. Secara alami kita dapat melakukan observasi (pangukuran) bebarapa variable yang melekat pada menuasia, misalnya berat badan, gaya hidup, sikap percya diri, tingkah laku keagamaan dan keanggotaan dalam partai politik. Pengukuran adalah mentransformasikan karakteristik selanjutnya juga akan digunakan sebuah atribut atau sifat yang ada pada unit yang diobservasi ke dalam angka-angka. Hasil pengukuran terhadap observasi, dalam penelitian, disebut data. Data yang berupa angka-angka tersebut mempunyai karakter yang dapat dibedakan menjadi empat skala pengukuran: nominal, ordinal, interval, dan rasio.

Skala nominal adalah pengelompokan/pengkategorisasian kejadian atau fenomena ke dalam kelas-kelas atau ketegori sehingga mereka yang termasuk dalam satu kelas atau kategori adalah sama dalam hal atribut atau sifatnya. Kelas atau kategori tersebut hanya merupakan nama untu membadakan dengan yang lain.

Skala ordinal. Pengukuran jenis ini berasumsi bahwa nialai suatu variable dapat diurutkan berdasarkan tingkat atribut atau sifat yang dimiliki oleh variable yang melekat pada unit observasi. Pengukuran ini dapat dugunakan bila perbedaan tingkat atau jumlah atribut variable dapat terdeteksi. Nilai angka pada skala ini mencerminkan perbedaan tingkat atribut variable sehingga setiap nilai dapat dihubungkan dengan yang lain sebagai sama, lebih besar, dari pada, atau kurang dari.

Karakteristik Skala Pengukuran

Skala

Karakter dari skala

Contoh

Rasio

Angka mewakii unit yang sama dari nol yang mutlak. Observasi dapat dibandingkan dengan rasio/persen

Jarak, umur, waktu, berat

Interval

Perbedaan yang sama antar angka mewakili perbedaan yang sama dalam ukuran atribut yang diukur

Tahun (M.H)

Ordinal

Angka-angka menunjukkan urutan susunan (rank) observasi

Norma percentile, kelas social

Nominal

Angka-angka mewakili kategori dan tidak mencerminkan perbedaan besarnya ukuran. Angka-angka berfungsi untuk membedakan kelompok

Jenis kelamin kebangsaan jurusan mayor

Sumber: Statistical Methods in education and psychology oleh: G. V. Glass & K.D Hopkins (1984), Englewood Cliff: Prentice Hall Inc (diterjemahkan dari Bahasa Inggris oelh penulis).

Model-Model Penelitian, Distingsi antara Satu dengan yang Lainnya

A Model-model Peneltian

Model-model penelitian dibagi menjadi dua yaitu model penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Kirk dan Miller memberi definisi bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social, yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristiahannya. Bodgan dan Taylor (1975) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang kuantitatif, melibatkan pengukuran tingkatan suatru cirri tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamatan harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu, pengamatan atau penelitian mulai mencatat atau menghitung dari angka satu, dua dan seterusnya.

Metodologi kualitatif menurut Lexy J. Moleong, antara lain mendasarkan pada:

1. pondasi penelitian

2. paradigma penelitian

3. perumusan masalah

4. tahap-tahap penelitian

5. teknik penelitian

6. criteria dan teknik pemeriksaan data

7. analisis dan penafsiran data

Menurut Nuraida di dalam bukunya metode penelitian, model-model penelitian dibagi atas:

1. Berdasarkan tempat:

a. Penelitian pustaka (Library Research)

b. Penelitian laboratorium

c. Penelitian lapangan

2. Berdasarkan sifat:

a. Penelitian dasar

b. Penelitian vetikal

c. Penelitian survey

3. Berdasarkan jenis:

a. Penelitian eksploratif

b. Penelitian deskriptif

c. Penelitian konformatif

d. Penelitian evaluatif

e. Penelitian prediktif

4. Berdasarkan guna:

a. Penelitian murni

b. Penelitian terapan

B Perbedaan antara Kualitatif dan Kuantitatif

Penelitian kuantitatif biasanya dipakai untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistic, untuk menunjukkan hubungan antar variable, dan ada pula yang bersifat pengembangan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak hal. Sedangkan penelitian kualitataif proposalnya lebih singkat dan tidak banyak kajian literature, pendekatan dijabarkan secara umum, dan biasanya tidak menyajikan rumusan hipotesis.

Perbedaan antara Kuantitatif dan Kualitatif

Kuantitatif

Kualitatif

Latar belakang masalah

Nomotesis

Ideografis

Rumusan masalah

Mantap

Berubah-ubah (emergen)

Tujuan

Menguji teori, mendapatkan hubungan antar variable, generalisasi

Mengembangkan teori, mencari makna (verstehen), khusus

Teori yang digunakan

Mantap

Sementara

Penyusunan teori

Logika deduktif

Logika induktif

Waktu penelitian

Cepat atau terbatas

Lama/bebas

Sample

Banyak, representatif

Sedikit, tidak representatif

Teknik pengumpulan data

Umumnya angket, wawancara berstruktur

Observasi partisipasi, tidak berstruktur

Analisis data

Statistic, deduktif, setelah data terkumpul

Non statistik. Induktif, terus menerus

Usulan desain

Mantap, projektif, langkahnya jelas

Emergent, retrospektif, bebas

PARADIGMA DAN PROSEDUR PENELITIAN KUANTITATIF

Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang hasil temuannya diperoleh malalui hitungan atau statistik atau berbasis pada angka. Penelitian kuantitatif biasanya dipakai untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan hubungan antar variable dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak hal.

Penelitian kuantitatif dikembangkan oleh penganut positivisme yang dipelopori oleh Aguste Comte. Aliran ini berpendapat bahwa untuk memacu perkembangan ilmu-ilmu social, maka metode-metode IPA harus diadopsi kedalam riset-riset ilmu social.

Penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan suatu kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para peneliti melalui metode tertentu, metode tersebut dikenal dengan nama paradigma.

Ada bermacam-macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah scientific paradigm (paradigma keilmuan) dan naturalistic paradigm (paradigma ilmiah). Paradigma ilmiah bersumber pada pandangan positivisme sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis, sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Para positivis mencari fakta dan penyebab fenomena social, tetapi luring mempertimbangkan keadaan subjek individu.

Metode yang sering digunakan adalah eksperimental, deskripsi, survei dan enemukan korelasional. Penelitian kuantitatif menyajikan proposal yang bersifat lengkap, rinci, prosedur yang spesifik, literature yang lengkap dan hipotesis yang dirumuskan dengan jelas.

Richard dan Cook mengemukakan perbedaan paradigma penelitian kuantitatif dengan kualitatif sebagai berikut:

Paradigma Kualitatif

Paradigma Kuantitatif

Menganjurkan pemakaian metode kualitatif

Menganjurkan pemakaian metode kuantitatif

Bersandar pada fenomenologis dan verstehen, perhatian tertuju pada pemahaman tingkah laku manusia dari sudut pandang pelaku itu sendiri

Bersandar pada positivisme logika, mencari fakta-fakta dan sebab-sebab dari gejala social dengan mengesampingkan keadaan-keadaan individu

Pengamatan berlangsung secara alamiah (naturalisme) dan tidak dikendalikan (uncontrolled)

Pengamatan dilandasi pengukuran yang dikendalikan dan blak-blakan (obstrusiv)

Bersifat subyektif

Bersifat obyektif

Dekat dengan data, bertolak dari perspektif dari dalam individu atau masyarakat yang diteliti

Jauh dari data, bertolak dari sudut pandang dari luar

Penelitian bersifat mendasar (grouned), ditujukan pada penemuan (discovery oriented), bersifat deskriptif, dan induktif

Penelitian bersifat tidak mendasar (ungrouned), ditujukan pada penguji (verification-oriented), menekankan penegasan (confirmatory), reduksionis, inferensial, deduktif-hipotetik

Berorientasi pada proses

Berorientasi pada hasil

Valid, data bersifat mendalam, kaya, dan nyata

Reliable, data keras dan dapat diulang

Tidak dapat digeneralisasikan, studi di atas kasus tunggal

Dapat digeneralisasikan, studi atas banyak kasus

Bersifat holistic

Bersifat partikularistik

Mengasumsikan adanya realitas yang bersifat dinamik

Mengasumsikan adanya realitas yang stabil

Langkah-langkah penelitian kuantitatif:

1. Latar belakang masalah, secara rinci latar belakang masalah berisi:

a. Argumentasi mengapa masalah tersebut menarik untuk diteliti dipandang dari bidang keilmuan/maupun kebutuhan praktis.

b. Penjelasan-penjelasan akibat negatif jika masalah tersebut tidak dipecahkan.

c. Penjelasan danpak positif yang timbul dari hasil-hasil penelitian.

d. Penjelasan bahwa masalah tersebut relevan, actual dan sesuai dengan situasi dan kebutuhan zaman.

e. Relevansinya dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

f. Gambaran hasil penelitian dan menfaatnya bagi masyarakat aatu negara dan bagi perkembangan ilmu.

2. Identifikasi, pemilihan dan perusan masalah:

a. Identifikasi masalah.

b. Pemilihan masalah.

c. Sumber masalah.

d. Perumusan masalah.

e. Perumusan tujuan dan manfaat tujuan.

f. Telaah pustaka.

g. Pembentukan kerangka teori.

h. Perumusan hipotesis.

i. Definisi operasional variable penelitian.